Minggu, 01 Maret 2009

cegah narkoba yeeess

PENCEGAHAN DAN PENGURANGAN PENULARAN HIV/AIDS DI KALANGAN PENYALAHGUNA NARKOBA DENGAN CARA SUNTIK
[24 Agustus 2006, 15:23 WIB] Oleh : BNN-RI

PENCEGAHAN DAN PENGURANGAN PENULARAN HIV/AIDS
DI KALANGAN PENYALAHGUNA NARKOBA DENGAN CARA SUNTIK


A. PENDAHULUAN
Dua masalah besar yang menjadi masalah global dan meningkat secara cepat dan signifikan lonjakannya di Asia, termasuk Indonesia, adalah penularan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba.
Kedua epidemi ini memerlukan inisiasi, inisiatif dan gerakan yang memerlukan komitmen politik, sumber daya, multidimensi, multi sektor serta lembaga yang terorganisasi secara bersama-sama.
Keseriusan komitmen harus dengan kerja nyata, yang terintegrasi mulai dari assessmen awal, perencanaan strategi, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi oleh semua pihak, pemerintah, LSM, Swasta, tokoh apapun di masyarakat dengan budayanya dan caranya, lembaga keilmuan dan profesi lainnya.
Pada tingkat dunia telah ada panduan global, komitmen regional dan nasional yang tidak dilaksanakan dengan dukungan masyarakat masing-masing.

B. NARKOBA DAN HIV/AIDS
Telah ada beberapa bentuk konvensi protokol atupun komitmen politik yang dapat dipakai sebagai pegangan.
1. Dalam hal Narkoba, antara lain :
a. Deklarasi UN Convention, hasil Sidang Umum PBB XX bulan Juni 1998 tentang Global Policy on Drug.
b. Keharusan untuk melaksanakan paket komprehensif intervensi Sidang Umum PBB 1996 dan 1998 mengenai Demand Reduction on Drug (Pencegahan akibat buruk pemakaian narkotika bagi kesehatan dan Sosial)
c. Keikutsertaan kita dalam aktifitas PBB dalam UN-DCP kemudian UN-ODC yang terus dilanjutkan oleh BNN sampai ke Komisi Badan Narkotika (CNB).
d. Pada tingkat Regional ada UN-ODC dan ASEAN Forum on Drug.
2. Dalam Penanggulangan HIV/AIDS
a. Telah ada Global Strategy on HIV/AIDS (GPA) yang telah direvisi pada tahun 2001.
b. Komitmen Hasil Sidang Umum PBB, UN – General Assembly Special Session on HIV/AIDS (UNGASS) Juni 2001 di New York.
c. Pada tingkat Regional ada Forum ASPAC on AIDS dan ASEAN Task Force on AIDS (ATFOA) yang secara reguler terus aktif bergerak.
d. Disamping hampir seluruhnya organ PBB (UN-Agencies) bergabung dalam UN – AIDS (Koordinator oleh UNDP beranggotakan UNICEF, WHO, UNDCP, UNESCO dan World Bank)
e. Ditambah secara khusus oleh US-AID dan AUS-AID dan beberapa Foundation dengan cara kerjasama bilateral.
f. Khusus Indonesia telah ada Strategi Depkes tentang AIDS 2004-2009 Strategi Nasional (KPA) Dalam Penanggulangan AIDS 2004 – 2009.
3. Penyalahguna Narkoba dengan cara suntik
a. Napza/Narkoba adalah zat-zat dan obat-obatan yang : Highly Regulated dan Strongly Controlled, baik secara Nasional maupun secara Internasional (di PBB ada UN – Narcotic Control Programme).
b. Ada titik dan ruang bidang yang melingkupi bersama (overlapping) dimana pemakai narkoba suntik (IDU’s) sangat mudah ditulari HIV/AIDS. Namun jarang orang HIV/AIDS kemudian menjadi pecandu/penyalahguna narkoba.
c. Memang diakui bahwa dua lembaga berbeda dalam :
- Epidemologi
- Medis / Klinis kedokteran
- Peraturan perundang-undangan
- Cara Penanggulangan
- Pengorganisasian secara internasional, regional dan nasional
d. Narkoba dipakai melalui suntikan adalah : Heroin, Amphetamine dan Cocain, walau ada narkoba suntik lainnya (antara lain obat penenang(transqualizer) dan obat farmasi lainnya)
e. Pemakaian jarum dan sumprit suntik secara bersama-sama dan bergantian mempermudah penularan barbagai penyakit disebut : Blood bouve disease seperti : Hepatitis, Hep B, C dan E serta HIV dan Ebola. Juga karena tidak steril, disterilkan dahulu dengan dicuci hama dengan bleaching, direbus.
f. Mengapa bergantian penggunaannya :
1). Kemudahan – gampangnya saja.
2). Kemiskinan – harus beli, mahal.
3). Kelangkaan tersedianya.
4). Budaya – kebersamaan – grup.
5). Ketidaktahuan
6). Faktor aturan perundang-undangan + hukum.
4. Penularan HIV/AIDS
a. Secara ilmiah umur Virus HIV/AIDS dapat ditularkan dengan cara :
1). Hubungan seksual (hetero, homo, oral, anal dan normal/vaginal)
2). Penularan melalui penggunaan jarum suntik secara bersama atau bergantian tanpa disucihamakan.
3). Penggunaan produk darah (transfusi, plasma) darah dan produk lain.
4). Dari ibu menyusui kepada anaknya ( Mother To Child Transmission = MTCT) – masa kehamilan atau setelah lahir normal maupun Caesar.
b. Fakta-fakta Penularan HIV/AIDS (slides penularan HIV/AIDS sebanyak 12 expl)
1). Global
2). Regional – per negara
3). Nasional – per propinsi
c. Khusus Penularan diantara pengguna narkoba suntikan (IDU’s)
1). UN – ODC menunjukkan jumlah angka-angka IDU’s.
2). Depkes mempunyai data dari hasil akhir proyeksi epidemologi (2003).
3). Hasil Research BNN-UI (2003-2004) halaman 6 pasal 4 butir a s/d g.

5. Pencegahan Penularan HIV/AIDS
a. Ada beberapa strategi :
1). Strategi Global (Global Strategy on AIDS, hasil komitmen UNGASS)
Komitmen Indonesia terhadap HIV/AIDS – Bidang Pencegahan terutama Pasal 52. (Kutipan dari Komitmen Global Pencegahan Penularan)
Pasal 52 :
“ Pada tahun 2005; memastikan bahwa lingkup intervensi pencegahan dengan mempertimbangkan keadaan lokal, etika dan nilai budaya, masing-masung negara, terutama di negara yang paling banyak pengaruh informasi, pendidikan dan komunikasi, dalam bahasan yang bisa dipahami oleh masyarakat dan menghormati budaya, yang bertujuan untuk mengurangi perilaku berisiko dan mendukung sikap seksual yang bertanggung-jawab, termasuk pengendalian dan kesetiaan, peningkatan akses terhadap komoditas penting, meliputi kondom untuk laki-laki dan perempuan dan peralatan injeksi steril; pengurangan bahaya penggunaan obat-obat terlarang; perluasan akses terhadap konsultasi dan pemeriksaan sukarela dan rahasia, persediaan darah yang aman, dan pengobatan dini dan efektif atas infeksi melalui hubungan seks.
2). Annex Report of the VIIIth Session Committee on Drug Control 28 – 29 September 2000 .
United Nations System Policy
11. Several UN documents provide the framework/foundation for the formulation of strategic approaches to preventing the transmission of HIV among injecting drug abusers.
UN Drug Control Convention and the Declaration on the Guiding Principles of Drug Demand Reduction
12. The policy of permitting the use of narcotic drugs for medical and scientific needs, while preventing their use for non-medical purposes, goes back to the late nineteenth and early twentieth centuries. At that time there was an increasing awareness of the dangers associated with the narcotic drugs that had previously been widely used for pain relief, especially opium-based preparations. Hence, many countries began to restrict the distribution of such drugs, while permitting their use for medical and scientific purposes.
13. This policy is articulated in preamble to the 1961 Single Convention on Narcotic Drugs, which reads as follows:
“ Recognizing that the medical use of narcotic drugs continues to be indispensable for the relief of pain and suffering and that adequate provision must be made to ensure the availability of narcotic drugs for such purposes, Recognizing that addiction to narcotic drugs… is fraught with social and economic danger to mankind…, Desiring to conclude a generally acceptable international convention replacing existing treaties on narcotic drugs, limiting such drugs to medical and scientific purposes…”.

The convention further specifies that the “parties shall give special attention to the provision of facilities for the medical treatment, care and rehabilitation of drug addicts: (Article 38).
14. Also the 1971 Convention on Psychotropic Substance in its Article 20, paragraph 1 states that parties to the convention shall take all appropriate measures for the prevention of abuse of psychotropic substance and for the early identification, treatment, education, after-care, and rehabilitation and social reintegration of the persons involved.
15. The 1988 UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances in its Article 14, paragraph 4 indicates that parties to the convention shall adopt appropriate measure aimed at eliminating or reducing illicit demand for narcotic drugs and narcotic substance, with a view to reducing human suffering.
16. In 1998, the UN General Assembly adopted the Declaration on the Guiding Principles of Drug Demand Reduction, the first international instrument ideal exclusively with the problem of drug abuse. The Declaration emphasizes that demand reduction programmes should cover all areas of prevention, from discouraging initial use to reducing the negative health and social consequences of drug abuse for individual and society as whole.
3). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2004 – 2009 (KPA) – Hal 21 Bab. Harm Reduction
b. Pandangan dan posisi BNN dalam penanggulangan penularan HIV/AIDS di kalangan penyalahguna narkoba suntik.
Beberapa hal yang menjadi dasar bagi BNN untuk menentukan pandangan tentang pencegahan penyebaran HIV/AIDS pada Penyalahguna Narkoba suntik (Harm Reduction) adalah sebagai berikut:
1). Bahwa penyalahguna dan pengedar Narkoba adalah pelanggar hukum.
Perlu dipertimbangkan pembedaan antara penyalahguna Narkoba sebagai korban atau penderita, dan penyalahguna Narkoba sebagai pelanggar hukum atau kriminal. Saat ini BNN tengah membahas dan mengkaji bersama para pakar hukum tentang hal tersebut.
2). Bahwa penyalahguna yang telah menjadi pecandu adalah penderita yang wajib menjalani terapi dan rehabilitasi. Pelayanan terapi dan rehabilitasi dilakukan oleh petugas yang profesional dibawah kendali institusi yang berwenang, dengan tujuan dapat menyembuhkan penderita dari ketergantungan secara paripurna. Kriteria sembuh meliputi; sehat dan terbebas dari komplikasi, produktif; terbebas dari perbuatan kriminal dan penyalahgunaan Narkoba.
3). Bahwa sebagian besar pecandu masih dapat mencapai tingkat terbebas Narkoba apabila mendapat pelayanan terapi dan rehabilitasi yang benar, walau disadari untuk hal ini diperlukan waktu.
4). Bahwa untuk mencapai tingkat terbebas Narkoba perlu implementasi program yang cukup adekuat dan komprehensif.
5). Disadari bahwa sebagai penyalahguna Narkoba tidak dapat mencapai tingkat terbebas Narkoba (Hard-core Addict), dan mereka memerlukan terapi substitusi (misalnya metadon atau buprenorfin) berkelanjutan. Patut dicermati bahwa methadone maintenance hanya diberikan dengan pertimbangan sangat ketat dibawah pengawasan medis.
6). Bahwa program jarum suntik steril bagi pecandu merupakan bagian dari cara pendekatan dalam rangka penjangkauan di lapangan, atau penemuan kasus secara aktif (active case finding). Fasilitas ini mempunyai batas waktu tertentu bagi setiap pecandu dimana selanjutnya pecandu dapat mengikuti tahap terapi dan rehabilitasi.
7). Bahwa sebelum pelaksanaan di lapangan perlu dibuat standard operating procedure yang rinci, sehingga jelas membedakan penyalahguna Narkoba sebagai korban yang memerlukan tindakan terapi dan rehabilitasi, dan penyalahguna sebagai kriminal.

C. BENTUK-BENTUK KERJASAMA KPA DAN BNN DALAM PELAKSANAAN PENANGGULANGAN
1. BNN memahami dan mempunyai perhatian yang besar terhadap kecenderungan peningkatan penularan HIV/AIDS akibat penyalahgunaan Narkoba suntik. Hal ini tercermin dalam kebijakan dan strategi BNN dalam Terapi dan Rehabilitasi.
2. Guna mengantisipasi laju perkembangan penyalahgunaan Narkoba yang menjadi tanggungjawab BNN serta laju peningkatan penularan HIV/AIDS yang merupakan tanggungjawab KPA, maka perlu dibangun kerjasama antara BNN dan KPA dalam menentukan kebijakan dan strategi dalam penanggulangannya secara khusus.
3. Dari bagan gambar dibawah ini dapat dirinci ruang lingkup kerjasama antara BNN dan KPA sebagai berikut :
a. Pencegahan meningkatnya jumlah penyalahguna Narkoba baru.
b. Penurunan jumlah penyalahgunaan Narkoba melalui jarum suntik.
c. Pencegahan dan pengobatan kecanduan bagi penyalahguna Narkoba.
d. Pencegahan penularan HIV/AIDS diantara penyalahguna Narkoba suntik.
e. Pencegahan penularan HIV/AIDS dari penyalahguna Narkoba suntik terhadap polpulasi umum.


http://www.bnn.go.id/file/kegiatan_gakkum/kegiatan_gakkum_1.jpg
haaaalllloooooowww....
wez mari wez hahah

Sabtu, 14 Februari 2009

AIDS Sindrom jeenk

PenYeBab AIDS

Penyebab AIDS

Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa virus HIVtelah ada di dalam tubuh sebelum munculnya penyakit AIDS ini. Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan. Faktor yang lain adalah waktu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kesempatan untuk terkena AIDS meningkat, bukannya menurun dikarenakan faktor waktu.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya.

Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya.

Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor, dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya, penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.

Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel T-helper, kita juga perlu tahu bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini mengubah struktur sel yang diserangnya. Virus ini menyerang dengan cara menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang menularinya. Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil virus HIV yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari sel-sel T-helper yang lain. Proses ini akan terjadi berulang-ulang.

Virus yang bekerja seperti ini disebut retrovirus. Yang membuat virus ini lebih sulit ditangani daripada virus lain adalah karena virus ini menjadi bagian dari struktur genetik sel yang ditulari, dan tidak ada cara untuk melepaskan diri dari virus ini. Ini berarti bahwa orang yang terinfeksi virus ini mungkin terinfeksi seumur hidupnya. Selain itu dapat berarti bahwa orang yang mengidap HIV dapat menulari sepanjang hidup.

Cara virus ini merusak fungsi sistem kekebalan tubuh belum dapat diungkapkan sepenuhnya. Teori yang terbaru namun belum dapat dibuktikan kebenarannya menyatakan bahwa rusaknya sistem kekebalan yang terjadi pada pengidap AIDS mungkin dikarenakan tubuh menganggap sel-sel T-helpernya yang terinfeksi sebagai “musuh”. Jika demikian kasusnya, lalu apa yang akan dilakukan oleh mekanisme pertahanan tubuh yaitu mulai memproduksi antibodi untuk mencoba menyerang sel-sel T yang telah terinfeksi. Akan tetapi antibodi juga akan diproduksi untuk menyerang sel T-helper yang tidak terinfeksi, mungkin juga merusak atau membuat sel-sel ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika demikian, HIV akan menyerang sistem kekebalan tubuh tidak hanya dengan membunuh sel-T tetapi dengan mengelabuhi tubuh dengan membiarkan tubuh sendiri yang menyerang mekanisme pertahanannya.

HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus ini juga merusask otak dan sistem saraf pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan, peneliti lain telah berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairan cerebrospinal dari orang yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS. Penemuan ini benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak. Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa mereka yang telah terinfeksi virus HIV pada akhirnya mungkin menderita kerusakan otak dan sistem saraf pusat.

Kamis, 12 Februari 2009

bloon ceh jenk

ehem ehem..

blog baruw nich..carae gmane yah..hehe